konsep kalor dan gas ideal
Pengertian Kalor
Dalam kehidupan sehari-hari Grameds pasti sudah tidak asing dengan energi panas atau energi kalor, seperti memasak atau memanaskan sesuatu. Nah saat itulah terjadi perubahan suhu benda dimana kalor telah bekerja. Perpindahan kalor antara benda satu ke benda lainnya dapat berupa hantara (konduksi), penyinaran (radiasi), dan aliran (konveksi).
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang bisa berpindah dari benda dengan suhu yang lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah jika keduanya dipertemukan atau bersentuhan. Dua benda yang memiliki suhu yang berbeda ketika dipertemukan maka akan muncul kalor yang mengalir atau berpindah. Misalnya saat Grameds mencampurkan air dingin dengan air panas, kemudian akan menghasilkan air hangat.
Perlu Grameds ketahui bahwa suhu dan kalor itu berbeda. Suhu adalah suatu nialai yang dapat terukur dengan termometr, sedangkan kalor adalah energi yang mengalir pada suhu benda tersebut ke benda lainnya. Menurut SI atau MKS, satuan kalor adalah joule (J) sedangkan menurut CGS satuan kalor adalah erg dan untuk beberapa jenis makanan menggunakan satuan kalori. Dapat dihitung bahwa satu kalori adalah jumlah energi panas yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 gram air hangat sampai naik menjadi 1 derajat celcius (◦C). Jadi dapat dikatakan satu kalori = 4,184 J atau biasa dibulatkan menjadi 4,2 J.
Pengertian kalor juga dapat disebut sebagai energy panas yang dimiliki oleh suatu zat tertentu yang untuk mendeteksinya perlu menggunakan alat pengukur suhu benda tersebut. Grameds bisa perhatikan pada air panas yang dibiarkan diudara terbuka maka lama-kelamaan akan mendingin karena ada kalor yang dilepaskan dari zat air ke udara. Hal yang mampu mempengaruhi kenaikan dan penurunan suhu pada benda adalah jumlah kalor, massa benda dan jenis benda itu sendiri.
Kalor secara alami akan berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah, sehingga bersifat cenderung menyamakan suhu kedua benda jika saling bertemu atau bersentuhan. Jika suhu suatu benda itu tinggi maka kalor yang dikandungnya pun sangat besar. Sebaliknya, jika suhu suatu benda rendah maka kalornya pun sedikit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya kalor yang ada pada benda atau zat menyesuaikan dengan 3 faktor, yakni massa zat, jenis zat (kalor jenis), dan perubahan suhu.
Kalor kemudian bisa menaikan atau menurunkan suhu, jadi semakin besar kenaikan suhu, kalor yang diterima pun semakin banyak. Sebaliknya, kenaikan suhu yang kecil akan membuat kalor yang diterima juga sedikit. Itu artinya, hubungan kalor (Q) akan berbanding lurus atau sebanding dengan kenaikan suhu (∆ T), jika massa (m) dan kalor jenis zat ( c) suatu benda itu tetap.
Rumus Kalor
Berdasarkan pengertian kalor di atas, berikut ini rangkuman rumus-rumus yang berkaitan dengan materi kalor dalam pelajaran Fisika:
1. Rumus Perpindahan Kalor
Q = m.c.ΔT
Keterangan:
Q = banyaknya kalor yang diterima atau dilepas oleh suatu zat benda tertentu (J)
m = massa benda yang menerima atau melepas kalor (kg)
c = kalor jenis zat (J/kg⁰C)
ΔT = perubahan suhu (⁰C)
2. Rumus Kalor Jenis
c = Q / m.ΔT
Keterangan:
c = kalor jenis zat (J/kg⁰C)
Q = banyaknya kalor yang dilepas atau diterima oleh suatu benda (Joule)
m = massa benda yang menerima atau melepas kalor (kg)
ΔT = perubahan suhu (⁰C)
3. Rumus Kapasitas Kalor
C = Q / ΔT
Keterangan:
C = kapasitas kalor (J/K)
4. Rumus Menentukan Kapasitas Kalor Itu Sendiri
C = m.c
Keterangan:
C = kapasitas kalor (J/K)
M = massa benda yang menerima atau melepas kalor (kg)
c = kalor jenis zat (J/kg.K)
5. Rumus Kalor Lebur dan Uap
Kalor lebur
Q = m x L
Kalor uap
Q = m x U
ketentuan:
L = Kalor lebur zat (Joule/kilogram)
U = Kalor uap zat (Joule/kilogram)
Jenis-jenis Kalor
Kalor memiliki beberapa jenis yang dikategorikan berdasarkan proses bekerjanya pada zat benda tertentu. Berikut ini jenis-jenis kalor yang perlu Grameds ketahui agar bisa mengidentifikasi terjadinya perubahan kalor yang terjadi di kehidupan sehari-hari:
1. Kalor Pembentukan (∆Hf)
Kalor pembentukan kata adalah kalor yang menghasilkan atau dibutuhkan untuk membuat 1 mol senyawa dalam unsur- unsurnya, seperti berupa gas yang ditulis dengan rumus molekulnya. Contoh kalor pembentukan adalah C12, O2, Br2, H2.
2. Kalor Penguraian (∆Hd)
Kalor penguraian adalah bentuk kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan untuk mengurai 1 mol senyawa menjadi unsur- unsur yang lain.
3. Kalor Pembakaran (∆Hc)
Kalor pembakaran adalah kalor yang didapat atau diperlukan untuk membakar 1 mol zat, yakni unsur atau senyawanya.
4. Kalor Netralisasi (∆Hn)
Kalor netralisasi adalah jenis kalor yang didapatkan atau dibutuhkan untuk membentuk 1 mol H20 dari reaksi antara asam dan basa. Kalor ini termasuk dalam reaksi eksoterm karena adanya reaksi kenaikan suhu.
5. Kalor Pelarutan (∆Hs)
Kalor pelarutan adalah jenis kalor yang didapatkan atau dibutuhkan untuk melarutkan 1 mol zat yang awalnya padat menjadi larutan.
Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Perlu Grameds ketahui bahwa juga bisa mengalir pada dua benda yang memiliki partikel zat yang berbeda sekalipun dan pula perusahan suhu yang berbeda. Contohnya saat minyak dan air dipanaskan dengan suhu yang sama maka akan menghasilkan suhu minyak yang mengalami perubahan lebih besar dibandingkan perubahan suhu air. Hal itu bisa terjadi karena adanya kalor jenis yang berbeda antara benda yang disatukan atau dipertemukan.
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikan suhu dari 1 kg massa menjadi 1 ◦C. Satuan kalor jenis adalah kalori/gram ◦celcius atau dalam sistem internasional ditetapkan menggunakan satuan Joule/kg ◦celcius. Setiap zat benda memiliki kalor jenis yang masing-masing memiliki perbedaan. Sedangkan Kapasitas kalor adalah jumlah kalor yang dibutuhkan atau diserap untuk menaikan suhu zat benda tertentu menjadi 1 ◦C.
Perubahan Kalor
Dalam praktiknya, kalor bekerja dengan prinsip merubah dua zat yang dipertemukan atau bersentuhan. Berikut ini perubahan kalor apa saja yang terjadi pada zat benda jika dipertemukan atau disatukan:
1. Kalor Bisa Mengubah Suhu Zat
Masing- masing benda pada dasarnya memiliki suhu yang lebih rendah dari nol mutlak, jadi zat benda tersebut pasti memiliki kalor. Kandungan inilah yang kemudian akan menjadikannya penentu seberapa kalor yang dimiliki suhu benda tersebut. Jika zat benda tersebut dipanaskan, maka akan menerima tambahan kalor sehingga suhunya menjadi meningkat atau bertambah. Sebaliknya, jika zat benda tersebut didinginkan maka akan melepaskan kalor yang menyebabkan suhunya menjadi turun.
2. Kalor Bisa Mengubah Wujud Zat
Pada beberapa jenis zat benda jika diberikan kalor dalam satuan tertentu, maka zat benda tersebut akan mengalami perubahan. Misalnya es yang dipanaskan atau diberi kalor maka akan terjadi perubahan wujud dari yang semula padat menjadi cair atau bentuk gas. Jika proses pemanasan terus dilakukan maka zat air tersbut akan berubah lagi menjadi wujud zat gas. Hal ini terjadi ketika zat yang akan berubah bentuk dari titik zat cait menjadi titik lebur benda.
Macam-macam Perpindahan Kalor
Dari penjelasan pengertian, jenis, rumus, dan perubahan kalor di atas jelas menunjukan bahwa kalor juga berpindah atas pertemuan benda yang bersentuhan atau mengatur. Dari gejala itu, ada beberapa jenis perpindahan kalor yang bisa terjadi seperti berikut ini:
1. Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi terjadi dengan melewati zat perantara seperti logam tanpa disertai perpindahan partikel- partikel secara permanen di dalam zat itu sendiri. Contohnya ketika memanaskan ujung logam, maka ujung logam lainnya juga ikut panas. Hal ini terjadi karena adanya hantaran kalor dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah.
Memanaskan ujung logam akan membuat partikel logam membuat getaran pada partikel lain yang terhubung dengannya. Itulah sebabnya semua partikel logam akan bergetar meskipun hanya satu ujung logam yang dipanaskan karena hal ini merangsang terjadinya perpindahan kalor.
Contoh lain yang terjadi pada jenis perpindahan konduksi adalah saat memegang kembang api yang sedang dibakar, knalpot motor menjadi panas setelah motor dinyalakan, tutup panci yang ikut panas saat digunakan untuk memasak, mentega yang meleleh saat dipanaskan, dan sebagainya. Dari keterangan diatas maka dapat ditampilkan persamaan untuk perpindahan kalor dengan cara konduksi dengan rumus berikut ini:
Laju Kalor = Q/t = kA (T2 – T1)/x
2. Konveksi
Konveksi adalah salah satu perpindahan kalor yang melewati suatu zat disertai dengan perpindahan bagian-bagian zat- zat itu sendiri. Perpindahan secara konveksi ini bisa terjadi pada zat cair atau gas, sehingga jenis perpindahan ini dibagi menjadi dua seperti berikut ini:
- Konveksi Secara Ilmiah: Adalah perpindahan konveksi yang disebabkan oleh adanya gaya apung tanpa faktor luar dan dipengaruhi adanya perbedaan jenis benda. Misalnya yang terjadi pada pemanasan air, dimana massa jenis partikel air yang sudah panas akan naik menjauh dari api dan kemudian digantikan dengan partikel zat air lain yang suhunya lebih rendah. Proses tersebut menyebabkan semua partikel zat dapat panas secara keseluruhan secara sempurna.
- Konveksi Paksa: Adalah perpindahan konveksi yang terjadi karena ada pengaruh faktor luar seperti tekanan dan perpindahan kalor terjadi dengan cara paksa atau disengaja. Itu artinya panas kalor dipaksa untuk berpindah ke tempat yang dituju dengan bantuan faktor luar seperti tekanan. Misalnya yang terjadi pada kipas angin yang membawa udara dingin ke tempat yang panas, radiator mobil yang memiliki sistem pendingin mesin, dan contoh lainnya.
Contoh perpindahan secara konveksi antara lain seperti, gerakan naik turun air saat dipanaskan, gerakan naik turun biji kacang hijau saat direbus, terjadinya angin darat dan angin laut, gerakan balon udara, asap cerobong pabrik yang membumbung tinggi ke udara, dan contoh lainnya. Dari keterangan diatas maka dapat ditampilkan persamaan untuk perpindahan kalor dengan cara konveksi dengan rumus berikut ini:
Laju Kalor = Q/t = hA (T2 – T1)
3. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor yang tidak menggunakan zat perantara sama sekali. Radiasi tidak sama dengan konduksi dan konveksi dalam memindahkan kalor. Perpindahan kalor secara radiasi tidak selalu mengharuskan kedua benda untuk bertemu atau saling bersentuhan karena kalor tersebut dapat berpindah tanpa zat perantara. Itu artinya kalor akan dipancarkan ke semua arah oleh sumber panas dan kemudian mengalir ke semua arah yang bisa dituju.
Sebenarnya setiap benda dapat memancarkan dan menyerap radiasi kalor, namun besarnya bergantung pada suhu benda dan warna zat benda tersebut. Semakin panas benda dibandingkan dengan suhu lingkungan sekitarnya, maka akan semakin besar pula kalor yang diradiasikan ke sekitarnya. Jadi semakin luas permukaan benda panas membuat semakin panas pula kalor yang diradiasikan ke sekitarnya.
Misalnya yang terjadi pada saat Grameds membuat api unggun, maka kita akan merasakan kehangatan dari sumber api tersebut pada jarak tertentu. Grameds pasti pernah merasakan radiasi kalor saat telapak tangan terasa panas saat ketika dihadapkan ke bola lampu yang sedang menyala. Contoh lainnya yang paling umum adalah panas dari sinar matahari yang sampai ke bumi dan planet- planet lainnya.
Dari keterangan diatas maka dapat ditampilkan persamaan untuk perpindahan kalor dengan cara radiasi dengan rumus berikut ini:
Laju Kalor = Q/t = σeAT4
Karena sifat kalor yang mudah berpindah, Grameds tetap bisa mencegahnya agar tidak mudah terjadi perpindahan. Bagaimana cara mencegah perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi? Grameds bisa mengisolasi ruangan tersebut, seperti pada termos yang berfungsi untuk menjaga suhu air agar tetap panas dengan cara mencegah perpindahan kalornya.
Contoh Soal Tentang Kalor
1. Contoh Soal 1
Sebuah benda bersuhu 5⁰C menyerap kalor sebesar 1500 joule, kemudian suhunya menjadi naik menjadi 32⁰C. Berapa kapasitas kalor benda tersebut?
Diketahui :
Q = 1500 J
ΔT = 32 ⁰C – 5 ⁰C = 27 ⁰C = 300K
Ditanya :
C . . . ?
Jawab :
C = Q / ΔT
C = 1500J / 300K
C = 5J/K
Jadi, hasil kapasitas kalor benda tersebut sebesar 5 J/K
2. Contoh Soal 2
Berapa kalor yang dibutuhkan untuk memanaskan 2 kg air dengan suhu 23 ⁰C menjadi 100 ⁰C, jika diketahui kalor jens air adalah 1000 J/kg⁰C?
Diketahui:
m = 2 kg
c = 1000 J/Kg⁰C
ΔT = 100 ⁰C – 23 ⁰C = 77 ⁰C
Ditanya :
Q…..?
Jawab :
Q = m.c. ΔT
Q = 2. 1000. 77
Q = 154.000 J
Pengertian gas ideal
Gas ideal adalah kumpulan dari partikel pada sebuah zat yang jaraknya cukup jauh dibandingkan dengan ukuran partikel tersebut. Partikel dalam gas yang selalu bergerak secara acak ke segala arah bisa bertumbukan satu sama lain, tetapi pada gas ideal, tumbukan yang terjadi adalah tumbukan lenting sempurna atau tumbukan yang tidak membuat partikel kehilangan energi.
Sebenarnya, dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak ada yang namanya gas ideal. Gas-gas di kehidupan nyata berada pada tekanan rendah dan suhunya tidak mendekati dengan titik cair gas. Namun, karena gas yang berada di tekanan rendah dan suhunya tidak dekat dengan titik cair gas mendekati dengan karakter gas ideal, maka gas tersebut diasumsikan sebagai gas ideal di kehidupan nyata.
Ciri-ciri gas ideal
Ciri-ciri gas ideal sangat unik dibandingkan dengan gas lainnya, yaitu:
- Gas ideal terdiri dari molekul dengan jumlah yang sangat banyak dengan jarak antar molekulnya jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran molekul. Hal ini membuat gaya tarik molekul menjadi sangat kecil sehingga diabaikan.
- Molekul gas bergerak acak dengan kecepatan tetap dan memenuhi hukum gerak Newton.
- Molekul gas ideal mengalami tumbukan lenting sempurna satu sama lain atau dengan dinding wadah. Dinding wadah gas ideal sifatnya kaku sempurna dan tidak akan bergerak.
- Energi kinetik rata-rata molekul gas ideal sebanding dengan suhu mutlaknya.
Jenis-jenis gas ideal
Seperti yang disebutkan sebelumnya, gas ideal sebenarnya tidak ada. Namun, beberapa gas yang berada di temperatur tinggi dan tekanan rendah memiliki perilaku seperti gas ideal, yaitu melawan gaya intermolekuler menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan energi kinetik partikel. Sementara itu, ukuran molekulnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan ruangan kosong antara molekul.
Dari penjelasan tersebut, ada beberapa jenis gas di dunia yang masih bisa disebut dengan gas ideal, seperti nitrogen, oksigen, hidrogen, gas mulia, dan karbon dioksida.
Sifat gas ideal
Untuk membedakan gas ideal dengan gas lainnya, maka kamu perlu memahami sifat dari gas ideal dan selanjutnya untuk gas dengan sifat tersebut akan disebut sebagai gas ideal. Berikut ini adalah sifat-sifat gas ideal:
- Volume molekulnya diabaikan terhadap volume ruang yang ditempati.
- Gaya tarik antar molekul sangat kecil sehingga bisa diabaikan.
- Tumbukan antar molekul atau partikel serta tumbuhan partikel atau molekul terhadap dinding sifatnya elastis, artinya tidak akan mengalami perubahan energi, bisa disebut dengan terjadi lenting sempurna.
- Tekanan disebabkan karena tumbukan pada dinding tabung, sementara besar kecilnya tekanan pada gas karena jumlah tumbukan per satuan luas per detik.
Syarat gas ideal
Sebuah gas dikatakan ideal apabila memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
- Suatu gas yang terdiri dari molekul yang identik sehingga antar molekulnya tak bisa dibedakan.
- Molekul dalam gas bergerak secara acak ke segala arah.
- Molekul gas ideal tersebar merata di seluruh bagian.
- Jarak antar molekul lebih besar dibandingkan ukuran molekulnya.
- Tidak ada gaya interaksi antarmolekul, kecuali tumbukan antar molekul atau dengan dinding.
- Semua tumbuhan dari molekul dengan molekul atau molekul dengan dinding adalah lenting sempurna.
- Tumbukan molekul tersebut terjadi pada waktu yang sangat singkat.
- Hukum Newton tentang gerak berlaku pada gas ideal.
Hukum gas ideal
Persamaan gas ideal didasarkan pada Hukum Boyle, Hukum Charles, dan Hukum Gay Lussac. Sehingga, kamu wajib memahami ketiga hukum pada gas tersebut yang akan dijelaskan di bawah ini:
Hukum Boyle
Hukum Boyle berbunyi bahwa untuk jumlah tetap gas ideal pada suhu sama, tekanan (P) dan volume (V) merupakan proporsional terbalik, yang satu ganda yang satunya setengah.
PV = Konstan atau P1 V1 = P2 V2
Dimana,
- P = tekanan gas pada suhu tetap (Pa)
- V = volume gas pada suhu tetap (m3)
- P1 = tekanan gas pada keadaan I (Pa)
- P2 = tekanan gas pada keadaan II (Pa)
- V1 = volume gas pada keadaan I (m3)
- V2 = volume gas pada keadaan II (m3)
Hukum Charles
Hukum Charles menyatakan apabila gas dalam sebuah ruang tertutup dengan tekanan yang dijaga konstan, membuat volume pada gas dalam jumlah tertentu akan berbanding lurus dengan temperatur mutlaknya.
Dari pernyataan Hukum Charles tersebut, berikut ini persamaannya:
V/T = Konstan atau V1/T1 = V2/T2
Dimana,
- V = volume gas pada tekanan tetap (m3)
- T = suhu gas pada tekanan tetap (K)
- V1 = volume gas pada keadaan I (m3)
- V2 = volume gas pada keadaan II (m3)
- T1 = suhu gas pada keadaan I (K)
- T2 = suhu gas pada keadaan II (K)
Hukum Gay Lussac
Hukum Gay Lussac menyebutkan bahwa tekanan dari massa gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas, saat volume dipertahankan dalam keadaan konstan.
P/T = konstan atau P1/T1 = P2/T2
- P = tekanan gas pada volume tetap (Pa)
- T = suhu gas pada volume tetap (K)
- P1 = tekanan gas pada keadaan I (Pa)
- P2 = tekanan gas pada keadaan II (Pa)
- T1 = suhu gas pada keadaan I (K)
- T2 = suhu gas pada keadaan II (K)
Rumus gas ideal
Persamaan gas ideal adalah persamaan yang menjelaskan terkait hubungan antara tekanan dan volume pada gas dengan temperatur dan jumlah mol gas. Rumus gas ideal ini didasari dari ketiga hukum yang sudah dibahas di atas. Berikut ini persamaan umum gas ideal
PV = nRT
PV = (m/M)RT
PM = RT
PV = (N/NA) RT
PV = NkT
Dimana,
- P = tekanan (Pa)
- V = volume (m3)
- n = jumlah mol (mol)
- T = suhu gas (K)
- R = tetapan umum gas (8,314 J/mol K)
- m = massa gas (kg)
- M = massa relatif gas (kg/mol)
- ρ = massa jenis (kg/m3)
- N = jumlah partikel
- NA = bilangan Avogadro (6,02 x 1026 partikel/kmol)
- k = tetapan Boltzman (1,38 x 10-23 J/K)
Perbedaan gas ideal dengan gas sejati
Berikut ini adalah perbedaan gas ideal dan gas sejati atau nyata:
- Gas ideal tidak memiliki gaya antarmolekul dan molekul gasnya dianggap partikel titik. Sementara gas nyata memiliki ukuran dan volume yang kemudian memiliki gaya antarmolekul.
- Sebenarnya, gas ideal tidak ada di kehidupan nyata. Namun, gas nyata bisa.
- Gas di kehidupan nyata yang mendekati dengan gas ideal berada di tekanan rendah dan suhu tinggi. Sementara, gas nyata berada di tekanan tinggi dan suhu rendah,
- Gas ideal bisa menggunakan persamaan PV = nRT = nKT. Gas nyata tidak bisa dan persamaannya lebih rumito.
Soal 1
Suatu gas memiliki sebuah volume sebesar 4 m3 berada dalam bejana tertutup (tidak bocor) dan suhunya dijaga tetap, tekanan mula-mula gas tersebut adalah 4 Pa. Jika tekanannya dinaikkan menjadi 8 Pa, tentukanlah besar volumenya?
Pembahasan
Diketahui:
V1 = 4 m3
P1 = 4 Pa
P2 = 8 Pa
Ditanyakan: V2 = ….?
Jawab
P1 x V1 = p2 x V2
V2 = p1 x v1/p2
V2 = 4 x 4 / 8
v2 = 2 m3
Jadi, besar volumenya menjadi 2 m3.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar